Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2024
Mick Jones : Saya Ternyata Seorang Punk! The Clash takkan pernah sama tanpa Mick Jones (gitar), begitu pula sebaliknya. Joe Strummer (vokal & gitar) dan Mick Jones adalah dua kolaborator yang tidak boleh terpisahkan. Mick seorang music arranger yang handal, sedangkan Joe seorang lyricist jempolan. Tapi apa mau dikata, tensi keduanya kian meruncing dan berujung dipecatnya Mick pada September 1983. Persoalan bermula dari rasa jenuh Strummer dan Paul Simonon (bass), terhadap karya-karya The Clash pada dua album terakhir ─ Sandinista dan Combat Rock ─, yang dianggapnya sudah melenceng jauh dari khitah band. Kebanyakan sampling , synthesizer , dan pengaruh Jamaican Music . Joe dan Paul ingin mengembalikan marwah band seperti dulu: chaos , frontal, dan berenergi. Istilahnya back to their punk roots . Untuk memuluskan rencana tersebut, Joe dan Paul kembali merekrut   Bernie Rhodes sebagai manager, yang sebelumnya pernah berseteru dengan Mick. Akan tetapi, Mick tak tinggal diam, s
Dave Parsons, Dari The Partisans ke Bush Jalan hidup orang memang tidak ada yang tahu. Tapi saya percaya kunci sukses (di luar privilege ), adalah fokus dan konsisten, terhadap apa yang dilakukan saat ini, hingga waktu yang akan mengangkat derajat kita dengan sendirinya. Hal itu pula yang dilakukan oleh David Guy Parsons atau Dave Parsons, pemain bass band alternatif rock era 90-an Bush. Jauh sebelum namanya dikenal, Dave Parsons adalah bassist band street punk asal Bridgend, Wales, Inggris, The Partisans. Mengutip dari Wikipedia, The Partisans terbentuk pada awal tahun 1978. Dengan formasi awal: Phil Stanton (vokal), Rob "Spike" Harrington (gitar dan vokal), Andy Lealand (gitar), Mark "Shark" Harris (drum), dan Mark "Savage" Parsons (bass). Saat itu semua personelnya masih berusia belasan, mungkin setara SMP. Pada 1979, Mark Parsons dan Phil Stanton cabut. Lalu, Spike Harrington pindah ke vokal utama, dan Louise Wright (pacar Andy Lealand) direkrut seba
Team Records dan Punk Rock di Tanah Air Era 80-an Dayan dan teman wanitanya, di Casa Pub, circa 1988 Sedikit flashback sekitar tahun 2020 saat pandemi melanda, saya pernah mewawancarai Dayan vokalis band The Supid Prisoner (kadang hanya disebut; The Stupid), untuk mengetahui punk movement di Ibu Kota, Jakarta, pada akhir dekade 1980. Kala itu lewat WhatsApp Call , saya mengajukan beberapa pertanyaan, salah satunya apa sih yang dibawain The Supid Prisoner waktu manggung dulu. Namun jawaban pria kelahiran 1968 itu, agak mengejutkan. Dia mengaku pada tahun segitu sudah bawain U.K. Subs, The Exploited, G.B.H., di samping Sex Pistols. Bahkan dia juga telah mendengarkan Misfits dan Dead Kennedys. Sebagai bukti, Dayan lalu mengirimkan beberapa foto lawas. Nampak di foto itu, dia mengenakan kaus Dead Kennedys bergambar patung Liberty, yang ditodong pistol. Sedangkan Kiki gitarisnya memakai kaus Misfits, saya lihat numeric date di foto tertera tahun 1989. Di foto lain, terlihat Dayan jug
Ketika Queen Bermain di Wilayah Punk Rock Alkisah pada 6 Juli 1977, band rock Queen dijadwalkan masuk Wessex Studios, yang berlokasi di Highbury New Park, London, untuk menggarap album keenam bertajuk News of the World (EMI, 1977). Saat itu Inggris, tengah memasuki musim panas, sehingga waktu yang tepat bagi Freddie Mercury, Brian May, Roger Taylor, dan John Deacon, memulai aktifitas. Ini sebetulnya bukan kali pertama, kuartet asal London tersebut rekaman di situ. Pada tahun sebelumnya, mereka juga merekam sebagian materi album A Day at the Races (EMI, 1976), di Wessex Sound Studios. Tapi suasana kali ini agak berbeda. Karena pada saat itu tengah berlangsung, sesi rekaman bagi band anyar bernama Sex Pistols. Dan mereka sudah masuk Wessex Studios sejak bulan Maret, guna merekam debut album Never Mind the Bollocks, Here's the Sex Pistols (Virgin, 1977). Singkat cerita amprokan lah dua band itu, di tempat yang sama. Yang satu superstar , yang satu rising star . Yang satu well