Langsung ke konten utama

Postingan

Seperti Halnya Anti-Flag, 10 Band Ini Juga Pernah Tersandung Isu Feminisme Dalam Skena Pada tanggal 19 Juli 2023 atau tiga hari lalu, saya menemukan unggahan di media sosial yang berisi informasi bubarnya Anti-Flag. Unggahan tersebut hanya berupa tangkapan layar, dari   situs urun dana Patreon, tanpa disertai deskripsi yang rinci. Sampai saat ini pun tidak ada pernyataan resmi dari Anti-Flag, mengapa mereka mengambil keputusan itu. Yang anehnya lagi semua akun media sosial Anti-Flag, hingga situs resminya lenyap. Agak kaget juga mereka bubar, sebab banyak lagu-lagu Anti-Flag yang saya sukai, sebut saja: "You've Gotta Die for the Government", "Turncoat", "The Press Corpse", "The Bright Lights of America", "Sodom, Gomorrah, Washington D.C.", "The Ghost of Alexandria", "Brandenburg Gate",        "20/20 Vision" dan lain-lain. Bahkan ketika mereka menggelar konser di Jakarta pada 2012 lalu, saya bela-bel
Postingan terbaru
Boleh dicoba! 10 Album Cover Versions Berikut Ini, Punya Feel  Beda Sukar rasanya menemukan arsip band lokal, yang menggarap album daur ulang atau cover versions , kecuali Salute To 90's (Universal Music, 2018) milik Pee Wee Gaskins, Recycle + (EMI Music Indonesia, 2007) dari Dewi Dewi, dan Salute to Koes Plus/Bersaudara (Sony BMG Indonesia, 2004) persembahan Erwin Gutawa. Sependek pelacakan saya, Indonesia lebih banyak memproduksi kompilasi album tribut. Sebut saja; A Tribute To Koes Plus (RnB Production, 2004), A Tribute To Ian Antono (Sony Music, 2004), From Us to U tribute to Titiek Puspa (Musica Studio’s, 2005), A Tribute To KLa Project (KLa Corp, 2011), Yovie and His Friends: Irreplaceable (Music Factory Indonesia, 2014), Melody Chrisye (Formula Music, 2016), A Tribute To Extreme Decay (Playloud Records, 2016), dan lain sebagainya. Album cover versions dengan album tribut, sekilas terdengar sama namun sebetulnya berbeda. Album tribut biasanya digarap secara ban
God of Love Album Spiritual Bad Brains Mendengarkan musik keras itu bagai candu. Punya yang satu, pasti terdorong ingin memiliki yang lainnya. Keinginan untuk mendengarkan ini dan itu sangat menggelora saya rasakan, ketika usia remaja hingga pertengahan dua puluhan. Salah satunya yang ingin saya dengarkan waktu itu adalah Bad Brains. Saya tahu mereka dari artwork sampul album All Ages (Epitaph, 1995) Bad Religion.  Namun oleh karena jaringan pertemanan saya saat itu masih terbatas, belum nongkrong ke mana-mana. Membuat saya harus puas dengan apa yang dijual di toko-toko kaset. Bisa dibilang hampir dua minggu sekali, pasti saya agendakan mengunjungi toko-toko kaset yang berbeda. Salah satunya yang terletak dalam pusat perbelanjaan Atrium Plaza. Seingat saya di sana terdapat tiga toko kaset. Pertama Disc Tarra di lantai dasar. Kedua di lantai 2 atau 3 dekat Matahari Departement Store persis di depan eskalator. Ketiga di lantai 3 dekat restoran cepat saji American Hamburger (AH).
  Mengenang Konser ‘Apes’ NOFX di Jakarta Beberapa waktu lalu, saya melihat unggahan di akun @fat_wreck tentang tur NOFX ke Autralia pada awal Desember 2022. Gumam saya kok tidak ada yang menarik mereka ke Indonesia. Saya pun lalu menerawang ke momen 15 tahun silam, saat mereka tampil di sini. NOFX adalah nama besar dalam komunitas punk dunia. Jadi wajar saja kalau kedatangan mereka dinanti-nanti. Terlebih bagi komunitas punk di dalam negeri. Mengingat sejak skena punk muncul di Tanah Air pada akhir dekade 80-an hingga ke 2006, kedatangan band punk mancanegara ke Indonesia bisa dihitung dengan jari. Setelah Green Day pada 1996, Skin Of Tears pada 2001, R.A.M.B.O. pada 2005, serta Cluster Bomb Unit dan The Exploited pada 2006, para punker Ibu Kota seolah menanti-nanti kehadiran band punk lainnya, yang bakal bertandang. Seperti kata pepatah “pucuk dicinta ulam tiba”. Pada awal tahun 2007 berhembuslah kabar kalau NOFX akan menyambangi Indonesia, dan bermain di dua kota: Jakarta dan
  Ini Dia Festival Musik Outdoor Pertama di Tanah Air Setelah pandemi reda, penikmat musik di Tanah Air seolah dimanjakan dengan sejumlah festival musik outdoor , yang diselenggarakan di berbagai daerah. Sebut saja Pestapora, Synchronize Festival, We The Fest, Java Jazz Festival XVII, Joyland, JogjaROCKarta, Rock In Solo, dan masih banyak lagi. Tapi tau ngga sih kamu, festival musik outdoor pertama yang berlangsung di Indonesia? Dilansir dari Historia.id, pengamat musik Bens Leo (alm) mengatakan, Summer 28 merupakan konser musik di alam terbuka ( outdoor ) pertama di Indonesia. Selain itu, ia merupakan konser musik pop dan rock pertama berskala internasional. Lantaran ada keikutsertaan penampil dari negara tetangga. Summer 28, adalah akronim dari Suasana Menjelang Kemerdekaan RI ke-28. Jadi tujuan awalnya adalah untuk memperingati hari kemerdekaan RI, dengan nuansa berbeda. Meski begitu, banyak orang mengaitkan Summer 28 sebagai euphoria kebebasan, setelah 22 tahun Indonesia b
7 Konser Ikon Britpop yang Bikin Anak Indies Berasa ‘Naik Haji’ Pada dekade 1990, komunitas musik underground Indonesia selalu punya istilah lokal buat mendefiniskan musik tertentu. Salah satunya “indies” yang merupakan sebutan lain dari britpop. Britpop memang sangat besar pada era itu. Dampak dari besarnya britpop di Jakarta, membuat gig - gig bertema indies ramai bermunculan. Nama-nama seperti Pestolaer, Rumahsakit, Parklife, The Glue, Room V, Jelly Fish, Planetbumi, dan lain sebagainya, mencuat kepermukaan. Dengan maraknya skena indies saat itu, terbayang dong berapa banyak umatnya. Apalagi kalo band-band idola mereka bertandang ke Tanah Air, bagi anak indies yang sekarang jadi bapak-bapak dan ibu-ibu, rasanya seperti “naik haji”. Tapi siapa aja sih band britpop yang pernah menginjakkan kaki ke sini? berikut informasinya. The Stone Roses The Stone Roses, bisa dibilang dedengkot bagi skena britpop. Meski cuman menghasilkan dua album, namun kiprahnya menginspirasi banyak b
Keterlibatan Warga Kulit Hitam Dalam Skena Punk di Amerika Kepergian D.H. Peligro, penabuh drum band punk rock legendaris Dead Kennedys beberapa hari lalu, menginspirasi saya untuk menulis keterlibatan warga kulit hitam di skena punk Amerika. Kebanyakan masyarakat awam menilai bahwa musisi kulit hitam, lebih banyak berkecimpung di musik non-rock seperti funk, hip hop, jazz, R&B, atau blues. Penilaian ini tidak sepenuhnya salah, karena kecenderungannya memang demikian. Tapi perlu diingat, bahwa akar musik rock ‘n roll justru lahir dari tangan musisi kulit hitam bernama Chuck Berry (1926 – 2017). Dalam sirkuit punk rock pun, keterlibatan orang kulit hitam tidak bisa dinafikan, munculnya band Death pada 1971, Pure Hell pada 1974, serta Bad Brains pada 1976, sebagai bukti. Selain D.H. Peligro, ternyata ada sosok-sosok kulit hitam lainnya yang berkontribusi di skena punk rock Amerika. Berikut sepuluh diantara: Skeeter Thompson (Scream) Skeeter adalah pendiri dan pemain bass band hardcor