Langsung ke konten utama

Keterlibatan Warga Kulit Hitam Dalam Skena Punk di Amerika

Kepergian D.H. Peligro, penabuh drum band punk rock legendaris Dead Kennedys beberapa hari lalu, menginspirasi saya untuk menulis keterlibatan warga kulit hitam di skena punk Amerika.

Kebanyakan masyarakat awam menilai bahwa musisi kulit hitam, lebih banyak berkecimpung di musik non-rock seperti funk, hip hop, jazz, R&B, atau blues. Penilaian ini tidak sepenuhnya salah, karena kecenderungannya memang demikian.

Tapi perlu diingat, bahwa akar musik rock ‘n roll justru lahir dari tangan musisi kulit hitam bernama Chuck Berry (1926 – 2017). Dalam sirkuit punk rock pun, keterlibatan orang kulit hitam tidak bisa dinafikan, munculnya band Death pada 1971, Pure Hell pada 1974, serta Bad Brains pada 1976, sebagai bukti.

Selain D.H. Peligro, ternyata ada sosok-sosok kulit hitam lainnya yang berkontribusi di skena punk rock Amerika. Berikut sepuluh diantara:

Skeeter Thompson (Scream)

Skeeter adalah pendiri dan pemain bass band hardcore punk Scream. Hingga kini Skeeter masih terhitung personel aktif. Scream terbentuk pada 1981, dan merupakan bagian dari skena punk Washington D.C..

Bersama Scream, Skeeter telah menghasilkan lima buah album penuh, di mana empat diantaranya dirilis oleh Dischord Records, label independen besutan Ian Mackaye (Minor Threat). Scream makin dikenal publik di luar ranah punk rock, ketika mantan penabuh drum mereka Dave Grohl bergabung ke Nirvana, kemudian membentuk Foo Fighters.

John Macias (Circle One)

John Macias adalah pentolan band hardcore punk Circle One, yang terbentuk di Pico Rivera, California, pada 1980. Macias memiliki darah campuran kulit hitam dan hispanik. Bersama Circle One, Macias sempat merilis satu album penuh bertitel Patterns Of Force (1983). Pada 30 Mei 1991, Macias tewas ditembak oleh polisi di Santa Monica, California.

Menurut keterangan petugas, Macias membuat kegaduhan dan menyerang dua orang sipil. Di tempat kejadian nampak Macias melilit jaket di tangannya, sehingga menyiratkan kalau ia bersenjata. Padahal tidak. Situasi tersebut membuat polisi mengambil tindakan untuk menembaknya. Macias tewas dengan empat tembakan, yang bersarang di dada dan lehernya.

Reggie Rector (Secret Hate)

Reggie Rector adalah gitaris band punk rock Secret Hate. Band itu aktif dari 1981 hingga 1983, dan hanya menghasilkan satu album pendek Vegetables Dancing (1983). Pada 1987 Reggie tewas dibunuh orang tak dikenal. Disinyalir ada kaitannya dengan kartel narkoba di wilayah tersebut. Secret Hate adalah salah satu band punk favorit Bradley Nowell (Sublime). Bradley bahkan merekam ulang lagu mereka yang berjudul "The Ballad of Johnny Butt", di album terakhir Sublime yang rilis pada 1996.

Shawn Brown (Dag Nasty)

Shawn Brown adalah pendiri, sekaligus vokalis band melodic hardcore Dag Nasty. Namun sayang, Shawn tidak sempat merilis karya bersama Dag Nasty, karena ia mengundurkan diri beberapa bulan sebelum debut album Can I Say (1986) dirilis. Posisinya lalu digantikan oleh Dave Smalley (DYS, ALL, Down By Law). Pada 2012, Shawn Brown kembali memperkuat Dag Nasty, dan bertahan hingga sekarang.

Chaka Malik (Burn)

Chaka malik adalah vokalis band hardcore Burn, yang terbentuk di New York pada 1989. Bersama Burn, Chaka sempat merekam album pendek pada 1990, yang rilis via Revelation Records.  Pada 1992, Burn memasuki fase hiatus, lantaran Chaka lebih fokus di band barunya Orange 9mm. Di tahun 2016, Chaka kembali menghidupkan Burn, dan merilis album pendek ...From The Ashes (2016), dan album penuh Do Or Die (2017).

Chuck Treece (McRad)

Chuck Treece adalah gitaris band hardcore punk/skate punk McRad. Selain itu, Chuck dikenal sebagai pemain skateboard profesional kulit hitam pertama, yang tampil di sampul depan majalah Thrasher pada 1984. Bersama McRad, Chuck berasil menelurkan mini album bertitel Dominant Force (1984), dan beberapa album penuh. Saat ini Chuck bermain bass di band thrash metal Activate, serta mengisi drum di band ska Kanada, Badui Soundclash.

William DuVall (Neon Christ)

Saat ini William DuVall lebih dikenal sebagai pentolan band rock alternatif Alice In Chains. Tapi puluhan tahun ke belakang, DuVall adalah gitaris band hardcore punk Neon Christ. Neon Christ terbentuk di Atlanta, Georgia, pada 1983. Meski periodenya singkat, namun bersama Neon Christ, DuVall telah menghasilkan dua mini album Neon Christ 7" (1984), dan Neon Christ 2x7" (1990).

Rocky George (Suicidal Tendencies)

Rocky George, adalah gitaris kulit hitam pertama yang pernah memperkuat Suicidal Tendencies. Bersama Suicidal Tendencies, Rocky telah menghasilkan album; Welcome to Venice (1985), Join the Army (1987), How Will I Laugh Tomorrow When I Can't Even Smile Today (1988), Controlled by Hatred/Feel Like Shit...Deja Vu (1989), Lights...Camera...Revolution! (1990), The Art of Rebellion (1992), Still Cyco After All These Years (1993), dan Suicidal for Life (1994).

Rocky dianggap sosok yang bertanggung jawab, membawa sound Suicidal Tendencies ke ranah thrash metal. Pada 1995, Rocky meninggalkan Suicidal Tendencies dan bermain bersama 40 Cycle Hum dan Cro-Mags. Kemudian pada tahun 2003, ia bergabung dengan Fishbone. Rocky juga pernah membentuk band hardcore punk Pap Smear bersama Jeff Hanneman dan Dave Lombardo dari Slayer, saat dirinya masih di Suicidal Tendencies.

Ken Olden (Better Than A Thousand)

Ken Olden memulai karirnya sebagai anggota band hardcore Farcry, Worlds Collide, Damnation A.D., hingga Battery. Pada tahun 1996, bersama Ray Cappo dari band Youth Of Today dan Shelter, Ken membentuk Better Than A Thousand. Dengan Better Than A Thousand, Ken hanya menghasilkan dua album penuh yaitu; Just One (1997), dan Value Driven (1998).

Eugene Robinson (Whipping Boy)

Whipping Boy adalah band hardcore punk, yang terbentuk pada 1981. Band ini dimotori oleh Eugene Robinson, remaja kulit hitam asal Brooklyn, New York, yang mengaku terjun ke skena punk rock lantaran melihat Stephen Ielpi (The False Prophets) dalam kereta bawah tanah, dan mengikutinya hingga ke CBGB.

Whipping Boy cukup populer pada masanya. Sehingga Jello Biafra mengajak mereka dalam kompilasi Not So Quiet on the Western Front (Alternative Tentacles, 1982). Namun sayang mereka ditinggalkan penggemarnya, saat melepas album ketiga bertajuk Muru Muru (1984), yang dari segi musikal mengalami perubahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters...
Nostalgia, Ini 13 Album Punk Rock 90-an Besutan Major Label yang Beredar di Tanah Air Setelah Green Day sukses di ranah mainstream pada pertengahan dekade 1990, sebagian label mayor mulai melirik punk rock sebagai hal yang profitable . Meski demikian, tak serta-merta banyak band punk yang ingin bergabung. Padahal bila merunut ke belakang, sesungguhnya punk rock memiliki kedekatan dengan label mayor. Seperti Sex Pistols pernah bernaung di EMI lalu di Virgin. The Clash dan The Vibrators di Epic. The Saints di EMI, Slaughter & the Dogs di Decca dan lain sebagainya. Berkembangnya prinsip ‘Do It Yourself’ atau DIY pada dekade 80-an, membuat wajah punk rock tak lagi bersahabat dengan label mayor.  Cap “Sell out” pun menjadi momok yang ditakuti. Di tengah derasnya penolakan terhadap label mayor, Dookie muncul menjadi antitesis. Akan tetapi Green Day bukan satu-satunya band punk rock yang berlabuh ke label mayor pada dekade 1990. Selain Green Day ada Social Distortion yang menelurkan ...
Menilik Perkembangan Ska di Jepang Kalian pasti pernah melihat unggahan di media sosial, terkait teknologi di Jepang bukan? biasanya dilengkapi narasi yang berbunyi “Jepang hidup di 2050”. Meski sekadar ungkapan, namun hal itu cukup menggambarkan, betapa pesatnya kemajuan negeri Sakura tersebut. Tak hanya dibidang teknologi, otomotif, industri komik (manga), budaya, pendidikan, dan kedisiplinan saja. Ternyata di bidang musik khususnya musik underground , Jepang juga lebih unggul dibanding dengan negara lainnya, yang berada di wilayah Asia Timur dan Tenggara. Di posisi kedua mungkin di duduki Filipina. Itu juga karena Filipina jajahan Amerika, dan banyak eskpatriat tinggal di sana yang mengenalkan punk. Scene underground di Jepang eksis pada akhir dekade 1970, yang ditandai dengan hadirnya band SS, yang memainkan punk rock bertempo cepat. Setelah itu muncullah nama-nama seperti The Stalin, G.I.S.M., Gauze, Lip Cream, Kuro, dan lain sebagainya. Tak hanya scene punk, scene ska pun...