Langsung ke konten utama

'Rock Bergema' Lagi Lewat Roxx


Harus diakui budaya pengarsipan kita terbilang rendah. Apalagi yang berkaitan dengan domain musikJangankan soal master album, foto band saja banyak dari mereka yang tidak punya. Alasannya beragam dari kebakaran, pindahan, kebanjiran, sampai lupa menaruh. Terdengar receh, tapi begitulah faktanya.

Oleh karenanya jadi sangat menarik, bila ada band lokal yang hendak merilis ulang (reissue) album mereka. Contohnya Roxx.

Roxx adalah band asal Jakarta yang berdiri pada paruh kedua dekade 1980. Band ini awalnya beranggotakan; Trison Manurung (vokal), Jaya (gitar), Iwan “Panjang” Achtandi (gitar), Tony Monot (bass), dan mendiang Arry Yanuar (drum).

Pada mulanya Roxx kerap memainkan nomor-nomor milik Mötley Crüe, Van Hallen, Stryper, Ratt, dan lain sebagainya. Kepulangan Arry Yanuar dari Australia dengan membawa album Master of Puppets (Metallica), membuat mereka banting stir ke ranah thrash metal.

Setelah itu Roxx lantas meninggalkan penampilan, seperti yang dicitrakan band glam metal pada umumnya. Mereka lalu tampil di pentas-pentas dan festival-festival musik, sampai menjadi runner up pada Festival Rock V tahun 1989, besutan Log Zhelebour. Seiring dengan kepopuleran mereka, tawaran rekaman pun datang. Hingga pada 1992 atau tiga tahun kemudian, album perdana mereka rilis.

Album yang biasa disebut ‘black album’ itu diedarkan oleh PT Suara Sentral Sejati dan memuat sepuluh nomor lagu. Di mana “Rock Bergema” didaulat sebagai single utama. Untuk pendistribusikannya mereka mendompleng Blackboard Indonesia. Menariknya album ini juga diedarkan di luar wilayah Indonesia, oleh Polygram Internasional dengan desain sampul muka yang berbeda.

Sedikit flashback, album tersebut awalnya akan dirilis via Harpa Records, sampai terjadilah peristiwa “asbak tengkorak”, yang membuat Trison dan Tony mesti berurusan dengan pihak berwajib. Peristiwa itu membuat Harpa enggan meneruskan kerja sama. Hingga datang Dannil Setiawan yang berniat meneruskan penggarapan album tersebut, dan membayar biaya yang telah dikeluarkan oleh Harpa Records.

Di luar dugaan, kehadiran ‘black album’ direspon sangat positif oleh para metalhead dan penikmat musik rock lokal kebanyakkan.

Walau demikian ‘black album’ bukanlah album metal pertama yang hadir di kancah musik rock Tanah Air. Sebelumnya ada album Power One (1991) milik Power Metal, dan album Problema (1991) milik Jet Liar. Akan tetapi kehadirannya menandai munculnya gerakan musik underground di Tanah Air, pada awal dekade 1990. Bersanding dengan album Behind the 8th Ball (1992) milik Rotor.

Saat itu ‘black album’ layaknya sebuah rujukkan, bagaimana band metal seharusnya. Komposisi-komposisi yang terdapat dalam album ini, juga menawarkan sesuatu yang berbeda. Makanya tak mengherankan bila lagu-lagu Roxx, acap dibawakan orang dalam ajang festival musik, terutama “Rock Bergema”.

Bahkan lagu "Rock Bergema" juga masuk dalam 150 Lagu Indonesia Terbaik, versi majalah Rolling Stone Indonesia. Hal-hal tersebutlah yang membuat album itu menjadi penting dan layak buat dirilis ulang.

Sesungguhnya ide untuk merilis ulang ‘black album’ telah lama bergulir. Namun baru terpelatuk ketika Trison diundang tampil bersama Edane, di Mandalika Tropical Fest yang berlangsung pada 19 – 20 Maret 2022 lalu.

Di sana Trison bertemu dengan Denny MR, jurnalis musik senior yang ikut bergabung dalam rombongan God Bless. Pada kesempatan tersebut, Denny MR mengajukan diri sebagai executive produser untuk penggarapan ulang ‘black album’.

Namun master album tersebut dimiliki oleh Dannil Setiawan, selaku produser pada waktu itu, yang keberadaannya tidak diketahui hingga sekarang. Sementara pihak Roxx memiliki copy masternya saja.

Lalu atas dasar itikad baik, mereka memuat surat pemberitahuan pada Dannil Setiawan di sebuah media massa. Tetapi tak membuahkan hasil. Meski merujuk pada UU Hak Cipta No 28 tahun 2014 pasal 18, maka Roxx memiliki hak atas karya itu sepenuhnya. Karena telah melampaui tenggat 25 tahun.

“Jadi kita bikin pengumuman itu dengan maksud ya kulonuwunlah, karena walaupun bagaimanakan dia sudah mengeluarkan uang memproduksi album itu. Tapi dalam hukum kalau dua minggu kita sudah mempublish pengumuman tidak ada tanggapan, berarti kita mempunyai hak juga untuk merilis album itu” papar Trison.

Mengingat pentingnya album tersebut, khususnya bagi sejarah musik rock di Tanah Air. Akhirnya pihak Roxx dan Total Metal Music serta kamarmusik.id, sepakat untuk merilis ulang album tersebut, dengan berbekal copy master yang ada.

Setelah melalui proses remastered, album tersebut kemudian digandakan dalam format cakram padat dan dirilis ulang pada 18 Juli lalu. Untuk pemasaran mereka mengandalkan penjualan secara daring. Bahkan album tersebut telah dijual dengan sistem pre-order sejak awal Juli.

Kehadiran kembali ‘black album’ jadi menambah daftar album reissue, yang layak untuk dikoleksi. Tapi satu hal yang perlu diingat hakekat reissue bukan semata-mata untuk mengglorifikasi masa lalu, tapi bagaimana kita bisa mengamanatkan legasi bagi generasi selanjutnya. Dan saya rasa Roxx memiliki karya yang memang patut untuk diamanatkan.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reptil, Band Punk Lokal di Layar Kaca Era 90-an Di tengah kenaikan harga bahan pokok, anjloknya nilai tukar rupiah, dan konstelasi politik yang tak menentu pada 1998, ternyata tidak terlalu berpengaruh pada industri musik arus utama dalam negeri. Sektor ini terus menggenjot talenta-talenta baru hadir kepermukaan. Nama-nama yang sudah tersohor pun, tak ketinggalan merilis album seperti; Slank hadir dengan album Tujuh, Potret dengan Café, Jamrud dengan Terima Kasih, Kahitna dengan Sampai Nanti, Gigi dengan Kilas Balik, dan seterusnya. Album kompilasi pun marak. Seperti Metalik Klinik II, Alternatif Mania, Indie Ten, Indienesia dan lain sebagainya. Hadirnya kompilasi-kompilasi tersebut menunjukkan bila industri arus utama, juga menaruh perhatian dengan band-band sidestream . Serta menjadi bukti akan eksistensi aneka genre yang ada dalam ranah musik Tanah Air. Menariknya kompilasi-kompilasi tersebut tak hanya memuat musik rap, alternatif, funk, dan metal saja, bahkan punk pun ters...
Klöver: Punk yang Merasa Tidak Beruntung Dookie (Reprise, 1994) adalah game changer , dan itu fakta. Efeknya punk rock gold rush pun, dalam industri musik dunia tidak terhindarkan. Dan hal tersebut, tak luput jadi perhatian Mercury Records, yang ikut-ikutan merangkul band-band punk rock. Namun boro-boro menggaet band muda ─pada zaman itu─ kaya Green Day atau The Muffs, mereka malah merangkul muka-muka lama. Kok bisa? yah bisa saja, mungkin karena dilandasi persepsi kalau band-band muda tidak terlalu banyak yang tahu. Sementara kalau muka-muka lama, paling tidak mereka sudah punya nama dan disegani dalam komunitas. Jadi mengatrol namanya ngga capek-capek amat. Padahal teori begini, kadang ngga berbanding lurus dengan hasil penjualan. Singkat cerita, merapatlah Circle Jerks dan Klöver. Di sini, saya tidak perlu menjelaskan lagi Circle Jerks. Sebaliknya Klöver adalah newbie di scene punk, akan tetapi isinya muka-muka lama. Klöver adalah band punk rock supergroup asal Boston, Ma...
Punk Komedi, Bisakah Serius? Kemarin sebuah media daring musik terkemuka, mengirim unggahan berjudul Punk Komedi, Bisakah Serius? . Tapi ketika dicari di laman resmi mereka, ternyata tidak ada ulasan lebih lanjut, melainkan hanyalah konten interaktif media sosial belaka, terkait kemunculan band-band punk rock dengan esensi komedi di Tanah Air. Dinarasikan bahwa Tabraklari jadi satu dari sekian band, yang meramu musiknya demikian. Dalam artikel ini tidak membahas Tabraklari. Cuman yang disayangkan ialah, media daring itu tidak menggali pembahasan ini lebih dalam. Seandainya bila disertai ulasan yang mendetail, mungkin bisa jadi sarana edukasi. Sedikit flashback ke pertengahan dekade 1970. Tak hanya di daratan Britania, virus punk rock juga menyebar seantero Amerika. Bola salju yang digelindingkan Ramones, bergulir cepat dan kian membesar. Menyebabkan lahirnya band-band punk generasi kedua ─ menurut Keith Morris (Circle Jerks) yang bahkan memposisikan Black Flag generasi ketiga ─ ...